Skip to main content

KAJIAN RESPONSIF GENDER 
(Gender dan Konstruksi Sosial)
Oleh
Bidang Pemberdayaan Perempuan


    Kondisi ketimpangan gender di Indonesia sungguh memprihatinkan. Begitu banyak aspek yang harus diketahui masyarakat untuk berpartisipasi dalam mengatasi budaya patriarki. Oleh karena itu HMI Komisariat Karnoto Zarkasyi khususnya di bidang Pemberdayaan Perempuan (PP) telah melaksanakan kegiatan "Diskusi Responsif Gender (Gender dan Konstruksi Sosial)" yang dilaksanakan pada Hari Kamis, 29 Agustus Pukul 13.30 WIB, di Taman Kampus 2 IAIN Salatiga.  
  Kajian ini  dihadiri oleh pemateri Yunda Ifah Ulfi Hardiyanti, Kader HMI Komisariat Karnoto Zarkasyi dan Kader HMI Komisariat dilingkup Salatiga. Dengan besarnya semangat dari Bidang Pemberdayaan Perempuan sendiri dan juga antusias teman-teman, acara ini dapat berjalan dengan lancar. 
Gender adalah bagaimana laki-laki dan  perempuan diposisikan dalam masyarakat. Gender sendiri mengacu kepada feminis dan maskulin, kepribadian seseorang. Feminis diasosialisasikan dengan sifat lemah lembut, halus, keibu-ibuan. Sedangkan maskulin identik dengan sifat perkasa, kuat, pemimpin itulah yang disebut bias Gender. Namun tak jarang jika seorang perempuan cenderung dominan maskulin begitupun sebaliknya. 
Ketimpangan gender memiliki kaitan erat dengan adanya budaya  patriarki. Budaya Patriarki sendiri saat ini masih banyak kita temukan. Stereotip terhadap perempuan menjadikan perempuan dianggap sebagai kaum yang dinomorduakan. Akhirnya subordinasi masih marak  hingga saat ini.  Anggapan perempuan hanya berperan diranah domestik (privat) sangat tidak benar. Karena perempuan pun juga berhak berperan di ranah publik seperti halnya laki-laki. Sebagai perempuan berhak untuk mengekspresikan diri, mengembangkan potensi dan kemampuan diri. Akan tetapi tidaklah melewati fitrahnya sebagai seorang perempuan. 
 Seorang perempuan harus mampu memaksimalkan perannya sebagai anak, istri, ibu, dan anggota masyarakat dengan baik. Dengan perannya yang begitu strategi maka perempuan diharapkan dapat merubah ketimpangan gender pada konstruksi sosial.
Konstruksi Sosial adalah proses sosial guna menciptakan secara terus menerus suatu realitas yang dialami bersama secara subjektif. Individu menjadi penentu dalam dunia sosial yang dikonstruksi berdasarkan kehendaknya. Dimulai dari diri kita sendiri, memahami diri sendiri lalu diskusilah, bertukar pikiranlah. Tentukan arah tujuan yang jelas. 
 Jika seorang perempuan dapat mengkonstruksi dirinya sendiri dengan baik maka dia memiliki peran untuk meluruskan pemikiran negatif terhadap perempuan di lingkungan masyarakat. Maka sebagai kader HMI baik laki-laki dan perempuan bertanggung jawab atas permasalahan ini. Demi terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT.

Comments

Popular posts from this blog

Latihan Kader 1 (Basic Training) HMI Cabang Salatiga Komisariat Karnoto Zarkasyi      Kamis-Minggu, 26-29 September 2019  HMI Komisariat Karnoto Zarkasyi telah mengadakan Latihan Kader 1 (LK1) bertempat di Pondok Pesantren BUQ Bener Tengaran Kab.Semarang. Kegiatan LK1 ini merupakan momentum Training bagi calon kader tingkat pertama HMI Komisariat Karnoto Zarkasyi, yang dilaksanakan enam bulan sekali dalam satu tahun. Acara ini dihadiri oleh keluarga besar HMI Cabang Salatiga dan HMI Komisariat selingkup Salatiga.      Peserta LK1 HMI Komisariat Karnoto Zarkasyi berjumlah 47 peserta dengan 34 peserta dinyatakan lulus, 2 dinyatakan lulus bersyarat dan 11 dinyatakan tidak lulus. Afif Munthalib selaku Ketua Umum HMI Komisariat Karnoto Zarkasyi mengaku senang dengan antusias peserta dalam melaksanakan training dan berharap training ini bisa menjadi salah satu ajang dalam rangka memajukan HMI Cabang Salatiga pada umumnya dan HMI Komisariat Karnot...
Pembentukan Forum Konsultasi Bantuan Hukum HMI (FKBHMI) Karnoto Zarkasyi Oleh Bidang Hukum dan HAM Law is a tool of social control (Hukum adalah alat untuk kontrol sosial)  Indonesia merupakan negara hukum sesuai Pasal 1 Ayat 3 Undang-Undang Dasar NRI tahun 1945, yang mana segala sesuatu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara diatur oleh hukum yang bersifat mengikat. Saat ini masih banyak kita temukan pelanggaran-pelanggaran Hukum yang mengorbankan Hak Asasi Manusia (HAM). Terutama masyarakat menengah ke bawah.    Ketimpangan keadilan bukan merupakan rahasia publik lagi. Berbagai bentuk politik praktis sangat memprihatikan. Maka dibutuhkan kepekaan dan kesadaran masyarakat untuk mengatasi permasalahan ini. Sesuai pepatah hukum "Salus papuli supreme lex (Kesejahteraan masyarakat adalah hukum yang tertinggi)".    Bidang Hukum dan HAM HMI Komisariat Karnoto Zarkasyi membentuk FKBHMI (Forum Konsultasi Bantuan Hukum) untuk menanggapi isu-isu se...